Pages

Minggu, 04 Oktober 2015

Sup Buntut Super Nendang



Belakangan ini kantor saya serasa menjadi arena perlombaan batuk. Hampir dari setiap penjuru ruangan dalam beberapa menit terdengar batuk keras yang menggema. Bisa dipastikan virus pun bergentayangan di dalam ruangan tertutup itu.  Lucunya, penderita batuk di kantor jauh lebih banyak sehingga mereka yang sehat terpaksa harus mengenakan masker agar tidak tertular. Kantor pun menjadi seperti antrian di puskesmas dimana aneka suara khas dari pengidap sakit flu terdengar, ditambah dengan pemandangan para karyawan yang mengenakan jaket tebal, syal hingga topi wol.  

Saya termasuk salah satu yang menyumbangkan virus batuk ke udara, batuk kering yang terasa sakit di dada dan tenggorokan ini telah mengganggu sejak seminggu belakangan ini. Batuk plus radang di tenggorokan ini benar-benar membuat aktifitas kerja menjadi terhambat. Untuk menumpasnya maka aneka obat batuk sirup, multivitamin, dan minuman penyegar untuk mengobati panas dalam pun saya tenggak setiap waktu. Tak peduli mungkin saat ini saya sudah overdosis. Tapi sebalnya, batuk tak kunjung reda, bahkan semakin terdengar seperti gonggongan anjing setiap kali saya menyalak keras. Lebih parahnya lagi, akibat banyak minum obat batuk maka kepala saya terasa seakan melayang, hidup seperti setengah mimpi dan setengah zombie. Bahkan untuk mengetik postingan tentang sup buntut ini pun terasa berat. Jadi kalau anda sulit menemukan benang merah di artikel yang saya tulis, ini karena kepala saya sulit untuk diajak bekerja sama akhir-akhir ini. ^_^ 


Setiap pulang kantor merupakan perjuangan berat bagi penderita batuk, apalagi jika anda harus duduk berjejalan di angkutan yang memiliki kapasitas kecil atau angkutan yang super penuh seperti Trans Jakarta. Ketika batuk melanda, semua mata memandang dengan tatapan "Ah penyebar virus nih'! Membuat terkadang saya nekat menahan batuk yang hendak meledak. Akibatnya seperti lahar yang tertahan oleh batu yang besar di gunung berapi yang hendak menyemburkan isinya, ketika tak mampu lagi menahannya maka batuk pun akhirnya terlontar dengan kekuatan tiga kali lipat dari normal.  Kali ini tentu saja tidak ada penumpang yang menatap karena semua memalingkan muka untuk mengindar virus yang bertebaran di udara.  Bagian terberat adalah ketika hendak memberitahukan pak supir tempat tujuan dan meminta mobil berhenti. "Pak, saya.... uhuk, uhuk, uhuk! Saya... hendak ... uhuk, uhuk, uhuk"! Dengan muka merah padam biasanya akhirnya saya akan berteriak, "Sampoerna Strategic"! Tentu saja sambil diikuti dengan serentetan batuk menyebalkan yang berusaha mati-matian saya tutup dengan tisu di tangan.  

Tapi untungnya akhir-akhir ini saya mendapatkan mobil tumpangan yang menyenangkan. Mba Fina, rekan kantor saya setiap hari ternyata selalu melewati rumah Pete dalam perjalanannya pulang ke rumah. Jadi kejadian memalukan di angkutan umum pun tidak saya alami. Tentu saja dengan catatan Mba Fina tidak menendang saya keluar dari mobilnya karena memiliki penumpang yang menganggu seperti saya. ^_^


Nah dalam kondisi batuk, tubuh kurang fit dan badan terasa meriang seperti ini maka normalnya nafsu makan pun akan menghilang. Sayangnya kondisi normal manusia umumnya ini tidak berlaku bagi saya. Nafsu makan saya tetap segunung dan setiap pulang ke rumah selalu perut dalam kondisi keroncongan berat membuat makanan apapun sanggup saya gasak. Nah kemarin ketika hujan deras mengguyur Jakarta dengan suksesnya, membuat suhu udara menjadi dingin maka otak saya pun hanya berisi tentang aneka makanan yang bisa dibuat dari stock bahan makanan di freezer. Sup buntut yang panas dan segar pun nangkring di dalam benak saya. Daging iga dan buntut yang saya beli bulan lalu masih tersimpan dengan nyaman disana, dan walau batuk kumat menggila dan badan terasa capek, saya tetap nekat berkutat di dapur mempermak si buntut menjadi sup yang super nendang. ^_^ 


Nah untuk membuat sup buntut atau sup iga yang seenak restoran Betawi, maka rempah-rempah yang digunakan harus lengkap. Biasanya kayu manis, cengkeh, kapulaga, dan pala harus ada disana untuk menemani si merica dan bawang putih yang ditumbuk halus. Kentang dan wortel dipotong dalam ukuran yang besar agar tidak hancur kala harus di rebus dalam waktu yang lama bersama dengan buntut sapi. Satu tips agar kuah sup terlihat bening, bebas kotoran yang mengapung dan tentu saja membuat rasanya lebih segar adalah membuang air rebusan buntut yang kotor dan mencuci si buntut hingga bersih. Baru kemudian buntut direbus dengan air bersih yang baru hingga lunak. Cara ini membuat kuah sup buntut tidak keruh dan rasanya tentu saja lebih sedap. 

Sayuran di dalam sup buntut umumnya adalah wortel dan kentang, namun kali ini saya menambahkan rajangan batang seledri besar yang terkadang di jual di supermarket. Batang seledri ini sedap dimakan segar begitu saja dalam cocolan saus yogurt atau mayonaise, atau sebagai campuran jus, atau sebagai bahan tumisan dan sup seperti yang saat ini saya hadirkan. Teksturnya keras, berserat, namun ketika dimasak dalam waktu yang lama maka si batang seledri ini akan menjadi empuk dan mantap bersanding dengan  daging buntut dan sayuran lainnya.  Sup buntut ini segar, dan membuat tubuh menjadi fit, dan jika anda enggan menggunakan buntut karena kadar lemaknya yang tinggi maka gantikan perannya dengan menggunakan daging sapi bebas lemak. 

Berikut resep dan prosesnya ya.  


Sup Buntut Super Nendang
Resep hasil modifikasi sendiri

Untuk 5 porsi

Tertarik dengan resep sup lainnya? Silahkan klik link di bawah ini:
Sup Iga Sawi Asin dengan Slow Cooker
Sup Senerek : Sup Kacang Merah dengan Wortel dan Daging Sapi a la Magelang
Sup Ikan a la Singapore

Bahan:
- 1 kg buntut sapi
- 2 buah kentang besar, potong menjadi 4 bagian
- 2 batang wortel, belah dua memanjang dan bagi menjadi 4 bagian
- 4 batang besar seledri, potong sepanjang 1 cm (optional)
- 1 liter air

Bumbu dihaluskan:
- 8 siung bawang putih
- 1 sendok teh merica putih butiran
- 1/2 buah pala  

Bumbu lainnya: 
-  margarine untuk menumis 
- 1 butir bawang bombay, belah menjadi 8 bagian dan lepaskan antar lembaran bawang bombay
- 5 butir kapulaga Jawa/hitam
- 10 butir cengkeh
- 2 batang kayu manis, panjang masing-masing 5 cm
- 2 blok kaldu instan (optional)
- 1/2 sendok makan garam

Pelengkap:
- daun seledri cincang
- daun bawang rajang halus
- bawang merah dan bawang putih goreng
- sambal rawit atau irisan cabai rawit
- kecap manis
- emping goreng

Cara membuat:


Siapkan  buntut sapi, anda juga bisa menggunakan iga sapi. Cuci hingga bersih. Masukkan ke dalam panci, tuangkan air bersih hingga buntut terendam air. Rebus hingga air mendidih saja. Angkat panci dari kompor, buang air rebusannya dan cuci bersih buntut sapi di air mengalir. 

Cuci bersih panci bekas merebus buntut, masukkan buntut yang sudah dicuci kembali ke dalam panci. Masukkan air hingga buntut terendam, rebus hingga mendidih menggunakan api kecil sambil panci ditutup. 


Sambil menunggu buntut direbus, siapkan wajan. Panaskan margarine hingga benar-benar panas, tumis bawang bombay hingga harum dan terbentuk karamel di permukaannya. Masukkan bumbu yang dihaluskan, aduk dan tumis hingga wangi. Tambahkan kapulaga, cengkeh, kayu manis, aduk dan tumis sebentar, jaga jangan sampai bawang menjadi gosong. Angkat.

Tuangkan bumbu tumisan ke dalam panci berisi rebusan buntut. Masak hingga buntut menjadi setengah empuk. Masukkan semua sayuran dan masak hingga semua bahan matang dan empuk, tambahkan garam, cicipi rasanya. Jika kuah berkurang tambahkan air panas mendidih sesuai selera. 

Gunakan api yang kecil saja hingga buntut menjadi lunak, api kecil akan membuat tekstur daging menjadi lembut, rasa kuah dan daging juga menjadi lebih sedap. 


Masukkan semua potongan sayuran dan kaldu instan, masak dengan api kecil sambil panci ditutup hingga semua sayur menjadi empuk teksturnya. Cek dengan menusukkan kentang atau wortel menggunakan ujung pisau, jika pisau masuk dengan mudah maka sayur telah matang. 

Cicipi rasanya, sesuaikan garamnya dan angkat. Sajikan panas-panas dengan taburan daun bawang, seledri, dan bawang merah goreng. Super yummy!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar